30 September 2014

Let Soleil Pours over Beirut

Now I'm in Beirut...

In the beautiful country of Lebanon, with its quarreling society , fragile security, in the most unstable region in the whole world.

Pheewww.. thank God there is the "beautiful" factor!

07 June 2011

Jakarta Kota Pantai?

Jadi... pada hari sabtu saat libur panjang cuti bersama kemarin, saya dan keluarga tidak pergi keluar kota. Kami hanya menikmatinya di Jakarta saja. Maklum saat ini buntut kami sudah dua dengan hadirnya putra kami Ashkan Hanin Auliya pada 16 Januari 2011 lalu. Pastinya agak riskan kalau mau jalan-jalan jauh dengan bayi berumur 4 bulan.

Tapi emang bosen juga empat hari libur cuma di rumah saja, akhirnya pada hari sabtu kemarin kita putuskan jalan-jalan mencari laut yang murah di Jakarta. Nah disinilah saya mulai agak sadar, ternyata meskipun Jakarta itu kota pantai di Teluk Jakarta, tapi kehidupan warganya seakan tercerabut dari laut.

Di Jakarta ini sulit sekali kita temukan pantai yang bagus namun gratis. Paling juga Ancol yang kalo masuk saja harus bayar paling tidak 15000 per orang. Kalau kita komplain ke orang lain paling ditanggapi, di Jakarta ini mana ada yang gratis? Buang air aja bayar kok.. Dari sini timbullah ide kami untuk menelusuri pantai-pantai di Jakarta. Kayak apa sih kondisi sebenarnya?

So.. saya, Istri beserta Jehan dan Ashkan berangkat dari rumah sekitar pukul 11 siang. Tujuan pertama kami Desa Nelayan Kamal di Barat Jakarta. Dengan ditemani GPS hape dengan Google map, kami menuju ke Kamal. Ternyata yang disebut Pantai Kamal itu adalah sebuah kampung nelayan dengan sebuah tempat lelang Ikan dan pasar Ikan. Resminya masuk tidak bayar tapi ada semacam pungli sebelum memasuki Kamal, 1000 rupiah untuk sumbangan perbaikan jalan rusak. Kampungnya sendiri sangat kotor dan becek, dengan laut berwarna hitam akibat polusi dari Jakarta.

Dari Kamal kami menuju ke Pantai Dadap untuk santap siang seafood yang cukup dikenal. Secara administratif Dadap terletak di Banten tapi masih berbatasan dengan Jakarta. Untuk masuk ke Dadap kami harus membayar Rp. 1500 pungutan resmi dari Dinas Perhubungan Banten.

Dadap sendiri merupakan daerah hasil reklamasi pantai yang sepertinya tadinya ingin dikembangkan sebagai tempat wisata makan ikan dan perusahaan perikanan. Namun kondisinya sangat menyedihkan. Untuk menuju ke tempat makanan seafood kami harus melewati sebuah daerah lokalisasi WTS yang kumuh. Untung tempat makan seafood cukup bersih dan makanan laut yang disediakan juga cukup segar. Ada tiga tempat makan seafood yang cukup besar di Dadap. Semuanya berbentuk panggung yang dibangun di atas laut Teluk Jakarta dengan pemandangan laut lepas (meskipun kotor), sehingga cukup menambah kenikmatan makan seafood disitu.


Setelah makan siang seafood yang nikmat, kami menuju ke kawasan Perumahan Pantai Indah Kapuk (PIK) di kawasan Kapuk, Jakarta Utara. PIK sendiri sebenarnya perumahan yang bermasalah. Didirikan diatas bekas Hutan Bakau lindung Jakarta di kawasan yang tadinya merupakan hutan bakau dan rawa penyangga Jakarta, sebagai limpahan air Kali Angke jika meluap saat musim Hujan. Namun entah dengan cara bagaimana Gubernur Jakarta dulu memberikan izin mendirikan perumahan di kawasan ini.

Untuk mencegah limpahan Kali Angke, pihak pengembang membangun semacam bendungan di sepanjang Kali Angke di PIK yang tingginya lebih dari permukaan laut Teluk Jakarta sehingga kawasan tersebut tidak akan terkena banjir meskipun hujan deras. Namun akibat pembangunan bendungan ini, kawasan di hilir kali Angke beserta anak-anak sungainya terkena imbasnya. Air yang seharusnya melimpah di rawa Kapuk saat musim hujan, melimpah di tengah Jakarta. Akibatnya banjir di Jakarta semakin parah dibanding sebelumnya.

Anyway by the way, pihak pengembang masih menyisakan sedikit kawasan hutan lindung bakau ( sekitar 44 hektar) yang cukup terawat dan gratis untuk dimasuki. Kami menuju ke hutan tersebut setelah terlebih dahulu masuk ke kawasan perumahan PIK yang mewah. Yang menarik hutan lindung bakau tersebut disediakan fasilitas jalan setapak layang beton diatas rawa, sehingga kita bisa masuk sampai ke pinggir laut dengan mudah. Di laut terdapat sebuah Gazebo dimana kita dapat menikmati indahnya pemandangan ke laut lepas. Hati-hati di hutan tersebut masih banyak terdapat monyet liar yang merupakan bagian dari ekosistem hutan bakau Teluk Jakarta tersebut. Karena liar, tingkah mereka sulit untuk diduga.

Setelah menikmati indahnya hutan bakau Kapuk kami berangkat menuju kawasan kampung dan pelabuhan nelayan Muara Angke. Kawasan ini terkenal dengan restoran-restoran Seafood lesehan dimana kita bisa memilih langsung ikan-ikan segar yang kita inginkan di pasar disana. Dari pelabuhan disini pulalah kita naik kapal yang disebut orang setempat sebagai “ojek pulau seribu” jika kita ingin jalan-jalan ke berbagai pulau ke Kepulauan Seribu. Kami masuk ke kawasan Muara Angke tersebut setelah terlebih dahulu membayar retribusi resmi untuk mobil yang kami naiki. Namun berhubung kami masih kenyang setelah makan di Dadap sebelumnya, kami hanya melihat-lihat saja sambil sibuk menenangkan Jehan yang menangis karena ingin naik ke Perahu-perahu nelayan disana.

Nanti disambung lagi ah.. selanjutnya Pantai Mutiara, Pelabuhan Nelayan Muara Baru, Pelabuhan Sunda Kelapa, Pantai Ancol, Pelabuhan Tanjung Priok dan Pantai Marunda..

22 April 2010

Hot.. hot.. hot.. that's what I can say about the current weather in Delhi. It's just April, in the mercury have reached 45. Last week the temps are between 40 to 45, which usually in May or June. These three days are 'only' 34 to 39. What a relief.. wait.. what?

However, we should be thankful with the weather, much of the strangers who just met wouldn't have talk without it.

As Kim Hubbard saying," don't knock the weather, nine-tenths of the people couldn't start a conversation if it didn't change once in a while."

How true, unless you come from Indonesia or other Asian countries, when conversation probably will begin with "have you married yet?" or other questions which is considered personal in the western countries.

Have a pleasant weather everyone.

21 January 2010

Dan hilanglah sudah

Baru sekarang saya liat-liat lagi blog saya yang sudah lama terlupakan (maafkan saya blog...). Baru tersadar banyak gambar-gambar yang ada di blog ini saya simpan di account geocities saya (bummer!!)

Sekarang Geocities sudah ditutup. Sesal tiada guna. Sekarang harus korek-korek lagi arsip foto di hard disk saya lalu berusaha menghidupkan lagi gambar-gambar di blog ini, kalau mood mengizinkan....

Eniwei, sudah dua tahun lebih saya di India, banyak cerita yang ingin saya share ke dunia, apalagi kalau bukan perbandingan kehidupan antara Jakarta, Melbourne, dan New Delhi?

Ah nantilah ai ceritakan kalau sudah mood. Untuk sementara nikmati dulu gambar-gambar klasik berikut...

The Famous Tomb


A Temple on the way to Ghaziabad


An old Mosque in Lodi's Garden


The not so famous tomb of Emperor Humayun

Koleksi gambar-gambar yang saya ambil dengan hape Ericsson tua saya yang setia menemani sejak saya masih di Melbourne.

07 March 2009

Jehan and wife

Things are not yet settled nowadayas, as always. But then again, life is always about unsettled things, every second of your life. Maybe only when our own graves are in sight that the quest of the mortal is finished, until the afterlife sipping in.

But some things are soleil me up for the past one and a half year, my dear wife and the light of my life, the rascall in the house, my Jehan Shahdar.


Luv u fams.

29 July 2008

Restart

After several months of unannounced hiatus, I'd like to restart this thing, prolly tommorrow.
After all many interesting things happened in the world without anyone make a notice.

Salam